oleh : Febrian Kisworo Aji
Berbagai masalah yang dihadapi nelayan di Gresik dibawa oleh Dewan Pengurus Daerah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (DPD KTNI) Gresik dalam audiensi dengan Komisi II DPRD Gresik tentang program perubahan iklim dan energi baru terbarukan (EBT), Rabu (24/01/2024)
Ada sembilan permasalahan yakni pendangkalan muara sehingga menyusahkan nelayan untuk berangkat melaut dan saat sandar. Selain itu, ada dugaaan terjadi pencemaran lingkungan yang dilakukan oleh industri melalui tambak udang intensif sehingga tidak ada ikan di wilayah tangkap nelayan dan penghasilan nelayanpun menurun.
Sering terjadi kecelakaan laut yang dialami nelayan akibat cuaca ekstrim. Penggunaan BBM selama ini masih menggunakan energi fosil seperti solar, sehingga dibutuhkan penggunaan energi baru dan terbarukan yang lebih ramah lingkungan
“Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim maka dibutuhkan pengembangan hutan mangrove dan atau penanaman mangrove di pesisir sepanjang garis pantai yang ada di Kabupaten Gresik,”ujar Ketua DPD KTNI Gresik, Musholin.
Selain itu, nelum optimalnya tempat pembuangan sampah khususnya di Desa Campurrejo Kecamatan Panceng. Nelayan tidak memiliki usaha alternatif saat terjadi cuaca ekstrim akibat perubahan iklim.
Nelayan tidak memiliki alat yang dapat melihat kondisi cuaca, gelombang, arus dan arah angin, sehingga banyak yang terjebak gelombang tinggi, badai dan lain sebagainya di laut.
Tidak ada papan informasi atau layar digital tentang kondisi cuaca dan lainnya di kampung nelayan, tempat sandar atau tempat saat mereka akan melaut.
“Permasalahan tersebut tentunya membutuhkan kehadiran Pemkab Gresik Khususnya melalui instansi yang membidangi berbagai persolan itu. Saat kami audiensi dengan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Gresik, kita minta perawatannya bukan penananaman mangrove,”imbuh dia.
Untuk itu, mereka meminta DPRD Gresik memastikan pemberlakukan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan. Sebab, di lapangan masih belum disosialisasikan dengan massif dan masih belum dilaksanakan secara efektif. Termasuk. pemberdayaan perempuan nelayan.
Selain itu, mereka merekomendasikan proyek normalisasi muara dan Pembangunan sarana sandar perahu nelayan yang layak.
“Kami memohon kepada bapak agar memanggil para pengusaha udang vanamei yang berjumlah 16 perusahaan karena yang mengantongi IPAL hanya dua perusahaan, sekaligus dinas instansi terkait dan kami para nelayan untuk duduk bersama dan menyelesaikan persoalan tersebut,’pintanya.
Juga, minta dianggarkan bantuan alat keselamatan nelayan dalam melaut. Sementara mengenai penggunaan BBM selama ini masih menggunakan energi fosil seperti solar, sehingga dibutuhkan penggunaan energi baru dan terbarukan yang lebih ramah lingkungan, maka kami memohon kepada bapak untuk membuat Peraturan Daerah sekligus menganggarkan mengenai penggunaan enrgi baru dan terbarukan di Kabupaten Gresik.
“Belum optimalnya tempat pembuangan sampah khususnya di Desa Campurrejo Kecamatan Panceng, harus benar-benar diawasi dan dioptimalkan,”harapnya.
Menanggapi rekomendasi tersebut, Ketua DPRD Gresik Much Abdul Qodir didampingi Wakil Ketua Komisi II, Kamjawiyono dan Seketraris Komisi II, Suberi berjanji akan menindaklanjutinya.
“Nanti akan ditindaklanjuti oleh Komisi II terkait kajian yang dilakukan oleh KNTI Gresik,’tandas dia.
Hal senada dikatakan oleh Suberi yang menyatakan Komisi II akan mengawal tuntas permasalahan nelayan tersebut. Termasuk industri yang mencemari lingkungan agar mengurus perizinannya. ‘Juga kaitannya dengan pendapatan asli daerah (PAD) yang seharusnya masuk ke Pemkab Gresik,”pungkas dia.
Sumber : https://beritautama.co/berbagai-masalah-nelayan-di-gresik-hadapi-perubahan-iklim-dan-ebt/